Halaman
Hikayat dalam Sastra Indonesia
277
Kita telah mengetahui bahwa karya sastra Indonesia amat beragam. Dari
bentuk saja, kita mengenal puisi, prosa, dan drama. Salah satu bentuk prosa
lama adalah hikayat. Pada pelajaran ini Anda akan belajar menceritakan kembali
isi sebagian hikayat, membandingkannya dengan novel, mengubah hikayat
menjadi sebuah cerpen, serta menganalisis perkembangan genre prosa dalam
sastra Indonesia.
Pelajaran 23
Hikayat dalam Sastra
Indonesia
Kemampuan Bersastra
Sumber:
blogger. com; sangkanparan.files.wordpress.com
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
278
A. Mendengarkan
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat membuat resensi tentang drama yang
ditonton
Membuat Resensi Pertunjukan Drama
Seperti sudah kita pahami bahwa resensi merupakan tulisan yang menyajikan sejumlah
informasi tentang “buku”. Pada kenyataannya objek resensi bukan hanya buku. Film, musik,
pertunjukan, termasuk pertunjukan drama, pun dapat diresensi.
Resensi pertunjukan drama biasanya menyajikan gambaran umum tentang drama yang
ditonton. Gambaran tersebut biasanya dipaparkan ke dalam tiga bagian, yaitu pembuka, isi,
dan penutup.
Bagian pembuka menyajikan informasi mengenai lakon yang ditonton seperti judul, nama
penulis naskah, nama grup yang mementaskannya, tempat dan tanggal pementasan. Isi
resensi ini memberikan informasi mengenai sinopsis, gaya pemanggunangan, hal-hal baru
dan menarik, perbandingannya dengan lakon lain. Bagian ini acapkali menekankan pada
kelebihan dan kelemahan yang diresensi. Bagian penutup biasanya berisi penegasan atau
kesimpulan.
Uji Kompetensi 23.1
1. Carilah guntingan koran/majalah yang berisi resensi sinetron! Bicarakan dengan teman-
teman, apa saja yang dikemukakan dalam resensi tersebut!
2
. Susunlah resensi sinetron! Anda boleh menonton tayangannya di layar kaca atau cukup
melihat rekamannya saja. Gunakan resensi yang Anda gunting di atas sebagai model!
B. Berbicara
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menceritakan kembali sastra lama (hikayat)
dalam bahasa masa kini
Menceritakan Kembali Sastra Lama
Sesuai dengan namanya, sastra lama tentu disampaikan dengan bahasa (Indonesia)
lama. Kosakata dan struktur kalimatnya tentu terasa asing bagi kita. Tidak berarti bahwa kita
tidak dapat memahami isinya.
Hikayat dalam Sastra Indonesia
279
Uji Kompetensi 23.2
Ceritakan kembali penggalan cerita lama berikut dalam bahasa saat ini.
1
. Kalakian maka Tuan Syeh Alim di Rimba pun berhentilah serta dengan rakyatnya sekalian.
Dan seketika lagi maka raja gajah pun mendapatkan Tuan Syeh Alim di Rimba itu dengan
segala rakyatnya itu gemuruh bunyinya seperti tagar membelah langit lalu ke bumi. Setelah
didengar oleh isi rimba sekalian raja gajah itu telah sampai serta berhadapan dengan Tuan
Syeh Alim di Rimba itu maka berkatalah Tuan Syeh Alim di Rimba kepada raja gajah
sedang ia lagi di dalam kaharnya, “Hai raja gajah, adapun hamba datang ini kepada tuan
hamba hendak memeriksa salah dan benar hamba” (M. Kasim, dkk,
Spektrum
II).
2. Bermula diceritakan oleh orang yang punya ceritera ini. Ada seorang hamba Allah di Pasai
tun Jana Khatib namanya. Maka tuan itu pergi ke Singapura tiga bersahabat dengan tuan
di Bunguran dan di Selangur. Maka tun Jana Khatib berjalan di pekan Singapura, maka
lalu hampir istana raja; pada ketika itu raja perempuan melihat di tingkap, maka terpandang
kepada tun Jana Khatib. Maka ada sebatang pinang hampir istana itu. Maka ditilik oleh
tun Jana Khatib, belah dua pohon pinang itu. Telah dilihat oleh paduka seri Maharaja
perihal itu, maka baginda pun terlalu marah, maka baginda berkata: “Lihatlah kelakuan tun
Jana Khatib, diketahuinya isteri kita menengok, maka ia menunjukkan pengetahuannya.”
Maka disuruh baginda bunuh. Maka tun Jana Khatib pun dibawa orang kepada tempat
pembunuhan, hampir tempat orang berkedai bikang, serta ditikam orang akan tun Jana
Khatib, darahnya titik ke bumi, badannya gaib tiada berketahuan. Maka oleh orang membuat
bikang itu ditutupnya dengan tutup bikang darah tun Jana Khatib itu, lalu menjadi batu;
datang sekarang pun ada di Singapura. Pada suatu cerita badan tun Jana Khatib itu terhantar
di Langkawi, ditanamkan orang di sana; itulah diupantunkan orang:
Telur itik dari Senggora,
Pandan terletak dilangkahi.
Darahnya titik di Singapura,
Badannya terhantar di Langkawi.
Dari
Sejarah Melayu
C. Membaca
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat membandingkan penggalan hikayat dengan
novel.
Membandingkan hikayat dengan novel
Hikayat dan novel memiliki persamaan tetapi juga perbedaan jika ditinjau dari dari
pengarang, bahasa, isi, dan unsur intrinsik (tokoh, perwatakan, alur, latar, gaya bahasa, tema,
dan lain-lain) yang terkandung di dalamnya!
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
280
Uji Kompetensi 23. 3
1. Bacalah dengan cermat awal kedua kisah berikut!
Hikayat Bayan Budiman
Kemarau
Bismi’llahi’rrahmanu’rrahim. Wa
bihi nasta’inu bi’lllahi’ala. Ini hikayat
daripada sahibulhikayat yang dahulu-
dahulu, daripada bahasa Parsi; maka
dipindahkan kepada bahasa Jawi.
Sebermula ada seorang saudagar
di negeri Ajam, Khojah Mubarak
namanya, terlalu amat kaya, akan
tetapi tiada ia ber-anak. Maka Khojah
Mubarak pun minta doa, katanya, “Ya,
Tuhanku! Jikalau kiranya aku beroleh
anak, aku memberi sedekah makan
segala fakir miskin dan darwis.”
Hatta berapa lamanya ia ber-
nazar itu, maka dengan takdir Allah
hendak memperlihatkan rahmat di
atas hambanya, maka saudagar
Khojah Mubarak pun beranaklah
seorang laki-laki terlalu baik paras-
nya. Maka Khojah Mubarak pun
terlalulah suka cita hatinya. Maka
dinamakannya anaknya itu Khojah
Maimun dan dipeliharakannya
dengan sepertinya.
Setelah datanglah umurnya
Khojah Maimun lima tahun, maka
terlalulah baik pekertinya serta
bijaksananya. Maka diserahkan oleh
bapanya Khojah Maimun mengaji
kepada seorang mualim Sabian. Hatta
beberapa lamanya, maka Khojah
Maimun itu pun tahulah mengaji dan
terlalu pasih lidahnya serta banyak
ilmu yang diketahuinya.
Maka datanglah umur Khojah
Maimun lima belas tahun, maka
dipinangkan oleh Khojah Mubarak
Musim kemarau di masa itu
sangatlah panjangnya. Hingga sawah-
sawah jadi rusak. Tanahnya rengkah
sebesar lengan. Rumput padi jadi
kerdil dan menguning sebelum padi-
nya terbit.
Semua petani mengeluh dan
berputus asa. Orang-orang mengomel
perintah yang menyuruh mereka agar
dua kali turun ke sawah di tahun ini.
Setengah bulan setelah benih
ditanam, bendar-bendar tak meng-
alirkan air lagi karena hujan sudah
lama tak turun. Setiap pagi dan setiap
sore para petani selalu memandang
langit ingin tahu apakah hujan akan
turun atau tidak. Tapi langit selalu
cerah di siang hari, dan alangkah
gemerlapnya di malam hari dengan
bintang-bintang. Dan setelah tanah
sawah mulai merekah, mulailah
mereka berpikir. Ada beberapa orang
pergi ke dukun, dukun yang terkenal
bisa menangkis dan menurunkan
hujan. Tapi dukun itu tak juga bisa
berbuat apa-apa setelah setumpukan
sabut kelapa dipanggangnya
bersama sekepal kemenyan. Hanya
asap tebal yang mengepul di sekitar
rumah dukun itu terbang ke sawang
bersama manteranya. Dan setelah
tak juga keramat dukun itu memberi
hasil, barulah mereka ingat pada
Tuhan. Mereka pergilah setiap malam
ke masjid mengadakan ratib, meng-
adakan sembahyang kaul meminta
hujan. Tapi hujan tak kunjung turun
juga.
Hikayat dalam Sastra Indonesia
281
anak seorang saudagar, amat elok
parasnya, namanya Bibi Zainab.
Maka Khojah Maimun itu pun
dinikahkan dengan anak saudagar
itu. Maka duduklah Khojah Maimun
berkasih-kasihan dengan isterinya
Bibi Zainab.
Hatta beberapa lamanya Khojah
Maimun beristeri itu, kepada suatu hari
ia pergi bermain-main ke pekan, maka
bertemu seorang laki-laki membawa
burung bayan jantan seekor. Maka
kata Khojah Maimun, “Hai laki-laki!
Engkau jualkah burung itu?”
Maka sahut laki-laki itu, “Jikalau
sampai harganya, hamba jual juga.
Maka kata Khojah Maimun,
“Berapa harganya?”
Dari M.G. Emeis,
Bunga Rampai Melaju
Kuno
Ketika rengkahan tanah di
sawah sebesar betis, rumput-rumput
dan belukar sudah menguning,
sampailah putus asa ke puncaknya.
Lalu mereka lemparkan pikirannya
dari sawah, hujan setetes pun tak
mereka harapkan lagi. Sebab meski-
pun hujan akan turun juga saat itu,
taklah ada gunanya bagi sawah
mereka. Dan untuk membunuh rasa
putus asa mereka lebih suka main
domino atau main kartu di lepau-
lepau.
Hanya seorang petani saja
berbuat lain. Ia seorang laki-laki
sekitar 50 tahun. Badannya kekar
dan tampang orangnya bersegi empat
bagai kotak dengan kulitnya yang
hitam oleh bakaran matahari.
A.A. Navis,
Kemarau
2. Tentukan perbedaan kedua cerita di atas ditinjau dari
a. bahasanya
b. pengarangnya
c. latar ceritanya
d. tokoh dan penokohannya
e. hubungan antara isi dengan kehidupan masa sekarang
D. Menulis
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menggubah penggalan hikayat ke dalam
cerpen.
Menggubah penggalan hikayat ke dalam cerpen
Selain hikayat dalam sastra Indonesia Lama juga terdapat cerita lain seperti dongeng
(Hikayat Pelanduk Jenaka),
cerita
lucu
(Lebai Malang),
dan sejarah
(Sejarah Melayu).
Namanya
memang berbeda, tetapi isi, jalan cerita, dan bahasanya tidak jauh berbeda. Perhatikan
penggalan
Sejarah Melayu
berikut!
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
282
Uji Kompetensi 23. 4
Ubahlah penggalan Sejarah Melayu berikut ke dalam cerita singkat dengan bahasa masa
kini.
Kata sahibul hikayat, ada sebuah negeri di tanah Andelas Perlembang namanya,
Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak cucu Raja Sulan; Muara
Tatang nama sungainya. Adapaun negeri Perlembang itu, Palembang yang ada
sekarang inilah. Maka hulu Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya; di
dalam sungai itu ada sebuah bukit Siguntang Mahameru namanya. Dan ada dua orang
perempuan berladang, Wan Empuk seorang namanya, dan Wan Malini seorang
namanya; dan keduanya itu berhuma di bukit Siguntang itu; terlalu luas humanya itu,
syahdan terlalu jadi padinya, tiada dapat terkatakan; telah hampirlah masak padi itu.
Maka pada suatu malam itu dilihat oleh Wan Empuk dan Wan Malini dari rumahnya di
atas bukit Siguntang itu bernyala-nyala seperti api. Maka kata Wan Empuk dan Wan
Malini: “Cahaya apa gerangan bernyala-nyala itu? Takut pula beta melihat dia.” Maka
kata Wan Malini: “Janganlah kita ingar-ingar; kalau gemala naga besar gerangan itu.”
Maka Wan Empuk dan Wan Malini pun diamlah dengan takutnya, lalu keduanya tidur.
Telah hari siang, Wan Empuk dan Wan Malini pun bangun dari tidur, lalu basuh muka.
Maka kata Wan Malini: “Marilah kita melihat yang bernyala-nyala sema
-lam itu.” Maka
keduanya naik ke atas bukit Siguntang itu, maka dilihatnya padinya berbuahkan emas
dan berdaunkan perak dan batangnya tembaga suasa. Maka Wan Empuk dan Wan
Malini heran melihat hal yang demikian itu, maka katanya: “Inilah yang kita lihat
semalam itu.” Maka ia berjalan pula ke bukit Siguntang itu, maka dilihatnya tanah
nagara bukit itu menjadi seperti warna emas.
Dari Sejarah Melayu
E. Ada Apa dalam Sastra Kita
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menganalisis perkembangan genre sastra
Indonesia.
Memahami Perkembangan Prosa
Prosa pada masa lama cukup banyak dan beragam. Ada yang disebut dongeng (
mite
,
sage
, dan
legenda
), cerita binatang (
fabel
), cerita jenaka, cerita pelipur lara, dan hikayat.
Fabel umumnya mengambil kancil sebagai tokoh utama. Cerita jenaka, cerita lucu, seperti
Cerita Pak Belalang, Cerita Pak Pandir, Cerita Pak Kadok,
yang mengundang gelak tawa
menjadi pelipur lara. Ada pula cerita lama yang berbentuk hikayat, seperti
Hikayat Seri Rama,
Hikayat dalam Sastra Indonesia
283
Hikayat Panji Semirang
, dan
Hikayat Amir Hamzah
. Kecuali itu, karya sastra berisi sejarah
seperti
Sejarah Melayu
(Tun Seri Lanang), kisah seperti
Kisah Pelayaran Abdullah dari
Singapura ke Kelantan
karya Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi.
Sejak awal abad ke-20, muncul prosa dengan nama roman (kini: novel) dan cerpen.
Novel pada waktu itu sudah jauh lebih maju daripada hikayat. Demikian juga cerpen. Isinya
tidak lagi melukiskan alam khayali di negara antah berantah, tetapi kehidupan yang lebih
realistis. Pada awalnya, warna kedaerahan masih kuat. Tema yang diusung masih masalah
pertentangan kaum tua-muda (adat) terutama yang berkaitan dengan kawin.
Azab dan
Sengsara
(1918) karangan Merari Siregar, dan
Sitti Nurbaya
(1922) karangan Marah Rusli
terbitan
Balai Poestaka
adalah contohnya
.
Sifatnya didaktis (mendidik).
Pelan-pelan warna dan sifat itu ditinggalkan. Lebih-lebih setelah majalah
Poedjangga
Baroe
(edisi pertama, 1933 terbit). Melalui majalah ini cendekiawan, sastrawan, budayawan
melontarkan pikiran dan gagasannya mengenai bahasa, sastra, budaya, pendidikan, manusia
Indonesia, dan lain-lain.
Layar
Terkembang
(1936) karangan Sutan Takdir Alisjahbana,
melontarkan idealismenya mengenai Indonesia modern.
Belenggu
(1940) karangan Armijn
Pane tidak lagi didaktis, tetapi psikologis.
Di dalam Lembah Kehidupan
(1938) kumpulan
cerpen Hamka menyajikan masalah sehari-hari secara realistis.
Karena pergaulan bangsa Indonesia meluas ke seluruh dunia, pada periode 1940-an
tema bukan lagi idealisme, melainkan humanisme universal.
Atheis
(1948) karangan Achdiat
Kartamihardja,
Tak Ada Esok
(1950) dan
Jalan Tak Ada Ujung
(1952) keduanya karangan
Mochtar Lubis adalah contohnya. Cerpen tidak hanya relaistis tetapi juga ada yang bersifat
simbolik, bahkan sinis.
Tahun 1960-an sastrawan terkotak-kotak dalam bingkai politik. Walaupun begitu, sebagian
enggan masuk kotak politik. Kelompok ini ingin menempatkan seni dan sastra pada tempatnya,
menegakkan kebenaran dan keadilan, serta menegakkan UUD 45 yang doyong. Mereka
melakukan perlawanan terhadap tirani. Pernyataan mereka dikenal dengan sebutan
Manifes
Kebudayaan.
Oleh H.B Jassin kelompok merekalah yang disebut
Angkatan 66
.
Manifes Kebudayaan
– Kami para seniman dan cendekiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah
Manifes Kebudayaan, yang menyatakan pendirian, cita-cita dan politik kebudayaan
nasional kami.
– Bagi kami kebudayaan adalah perjoangan untuk menyempurnakan kondisi hidup
manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan di atas sektor
kebudayaan yang lain. Setiap sektor berjuang bersama-sama untuk kebudayaan
itu sesuai dengan kodratnya.
– Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha mencipta dengan
kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjoangan untuk mempertahankan dan
mengembangkan martabat diri kami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah
masyarakat bangsa-bangsa.
– PANCASILA adalah falsafah kebudayan kami.
Jakarta, 17 Agustus 1963
Dari Rosidi,
Ikhtisar Sejarah Sastra
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
284
Periode 1970- kemari berkembang bahasan yang abstrak dan filosofis.
Khotbah di Atas
Bukit
(Kuntowijoyo),
Harimau! Harimau!
(Mochtar Lubis), dan
Burung-Burung
Manyar
(Y.B. Mangunwijaya) adalah contohnya. Pada periode ini bermunculan novel populer karya
pengarang wanita. Termasuk di dalamnya
Saman
karya Ayu Utami.
Uji Kompetensi 23.5
Tentukan nama bentuk penggalan berikut, hikayat, cerpen, novel, atau drama!
1
. Kata sahibul hikayat, ada sebuah negeri di tanah Andelas Perlembang namanya, Demang
Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak cucu Raja Sulan; Muara Tatang nama
sungainya. Adapun negeri Perlembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Maka
hulu Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya; di dalam sungai itu ada
sebuah bukit Siguntang Mahameru namanya. Dan ada dua orang perempuan berladang,
Wan Empuk seorang namanya, dan Wan Malini seorang namanya; dan keduanya itu
berhuma di bukit Siguntang itu; terlalu luas humanya itu, syahdan terlalu jadi padinya,
tiada dapat terkatakan; telah hampirlah masak padi itu (Sejarah Melayu).
2. Haji Malik sudah tua benar. Sudah beratap seng; artinya kepalanya sudah ditutupi uban,
tidak berjerejek lagi; maknanya giginya sudah habis. Dalam beberapa tahun yang akhir ini,
taatnya berkhidmat kepada Tuhannya bukan alang kepalang. Tingkah lakunya yang
memalukan hati orang banyak terutama ialah suka memberi tak mau meminta; kerap
bernasihat dan tak rela dinasihati; gemar memuji kebaikan orang, sebaliknya tak mau
mengaku kesalahan. (Suman Hs,
Kawan Bergelut
).
3. Kalau beberapa tahun yang lalu tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis,
tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya ke arah barat.
Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah tuan di jalan kampungku. Pada
simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di
ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan yang
airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi (A.A. Navis,
Robohnya Surau Kami
).
4. Saudara-saudaraku kaum perempuan, rapat yang terhormat! Berbicara tentang sikap
perempuan baru sebahagian yang besar ialah berbicara, tentang cita-cita bagaimanakah
harusnya kedudukan perempuan dalam masyarakat yang akan datang. Janganlah sekali-
kali disangka bahwa berunding tentang cita-cita yang demikian semata-mata berarti
berunding tentang angan-angan dan pengelamunan yang tiada guna yang praktis sedikit
juapun. (S.T. Alisjahbana,
Layar Terkembang
).
Hikayat dalam Sastra Indonesia
285
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
○○○○○○○○○
Rangkuman
1. Resensi pertunjukan drama merupakan pertimbangan mengenai baik buruknya
pertunjukan. Pertimbangan itu biasanya dipaparkan ke dalam tiga bagian, yaitu
pendahuluan, isi, dan penutup.
2. Sastra lama selalu disajikan dengan bahasa Indonesia lama. Sebagian besar kata-
katanya memang masih kita kenal. Akan tetapi, struktur kalimat dan jalan pikiran
tidak mudah kita ikuti. Oleh karena itu, menceritakan kembali sastra lama berarti
membahasakan sastra ke dalam bahasa sekarang.
3. Hikayat dan novel memiliki persamaan dan perbedaan ditinjau dari pengarang,
bahasa, isi, dan unsur intrinsik (tokoh, perwatakan, alur, latar, gaya bahasa, tema,
dan lain-lain) yang terkandung di dalamnya.
4. Mengubah penggalan hikayat ke dalam cerpen merupakan upaya untuk menuliskan
kembali isi hikayat dengan bahasa sekarang.
5. Prosa berkembang sejak bangsa kita belum mengenal tulisan. Pada masa itu
dongeng (
mite
,
sage
, dan
legenda
), cerita binatang (
fabel
), cerita jenaka, cerita
pelipur lara, dan ada hikayat disebarluaskan secara lisan dari mulut ke mulut. Setelah
berkenalan dengan tulisan dan budaya Barat, muncul bentuk baru yang dikenal
dengan sebutan cerita pendek dan novel.
Evaluasi
1. Sebutkan novel yang terbit pada masa kejayaan Balai Poestaka, Poejangga Baroe, dan
Angkatan ‘45! Masing-masing sebuah lengkap dengan nama pengarangnya!
2. Jelaskan perbedaan antara hikayat dengan novel ditinjau dari bahasa, pengarang, dan
relevansi antara isinya dengan kehidupan masa kini!
3. Ubahlah penggalan berikut ke dalam cerita dengan bahasa sekarang!
Kalakian maka Tuan Syeh Alim di Rimba pun berhentilah serta dengan rakyatnya sekalian.
Dan seketika lagi maka raja gajah pun mendapatkan Tuan Syeh Alim di rimba itu dengan
segala rakyatnya itu gemuruh bunyinya seperti tagar membelah langit lalu ke bumi. Setelah
didengar oleh isi rimba sekalian raja gajah itu telah sampai serta berhadapan dengan Tuan
Syeh Alim di rimba itu maka berkatalah Tuan Syeh Alim di rimba kepada raja gajah sedang
ia lagi di dalam kaharnya, ”Hai Raja gajah, adapun hamba datang ini kepada tuan hamba
hendak memeriksa salah dan benar hamba”. (M. Kasim, dkk,
Spektrum II
)
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
286
4. Hikayat, cerpen, novel, puisi, atau dramakah penggalan berikut?
a. Galuh Ajeng mendapat kabar bahwa Galuh Cendera Kirana sudah bertunangan dengan
Raden Inu itu. Galuh Ajeng pun semakin bertambah-tambah sakit hatinya kepada Galuh
Cendera Kirana itu tambahan pula Sang Ratu menaruh kasih dan sayang kepada
Cendera Kirana itu.
Pada masa itu Galuh Ajeng pun menangislah hingga matanya balut dan sembab karena
pada pikirnya, “Mengapa kah kakak Cendera Kirana dipinang aku tiada? Dan bukankah
aku ini anak Sang Nata juga?”
Galuh Ajeng pun tiada berhenti berpikir yang demikian itu, serta menangis dengan
tangis yang amat sangat setiap pagi dan petang.
Paduka Liku melihat hal anaknya, Galuh Ajeng itu matanya balut menangis, sakitlah
hatinya teramat sangat, lalu menghadap ke bawah duli Sang Nata. Paduka Liku itu lalu
duduk berderet dengan Mahadewi di hadapan Sang Nata itu. (M.G. Emeis, “Hikayat
Panji Semirang”
Bunga Rampai Melaju Kuno
)
b. Konon duluuuu ... sekali adalah seorang raja yang sangat bijaksana. Raja Adil namanya.
Pada hari ulang tahunnya, dia selalu mengundang seorang dari rakyatnya untuk makan
di istana. Tahun kemarin ia mengundang Surti, seorang tukang cuci. Dia dianggap
layak diundang karena telah membesarkan anak-anaknya dengan baik. Tahun ini Raja
mengundang Pak Kasih, seorang petani dari desa kecil. (
“Hadiah dari Raja”
Kompas,
27 Februari 2005).
c. Bermula diceritakan oleh orang-orang yang punya ceritera ini. Ada seorang hamba
Allah di Pasai tun Jana Khatib namanya. Maka tuan itu pergi ke Singapura tiga bersahabat
dengan tuan di Bunguran dan di Selangur. Maka tun Jana Khatib berjalan di pekan
Singapura, maka lalu hampir istana raja; pada ketika itu raja perempuan melihat di
tingkap, maka terpandang kepada tun Jana Khatib. Maka ada sebatang pinang hampir
di istana itu. Maka ditilik oleh tun Jana Khatib, belah dua pohon pinang itu. Telah dilihat
oleh paduka seri Maharaja perihal itu, maka baginda pun terlalu marah, maka baginda
berkata: ”Lihatlah kelakuan tun Jana Khatib, diketahuinya isteri kita menengok, maka
ia menunjukkan pengetahuannya.” Maka disuruh baginda bunuh. Maka tun Jana Khatib
pun dibawa orang kepada tempat pembunuhan, hampir tempat orang berkedai bikang,
serta ditikam orang akan tun Jana Khatib, darahnya titik ke bumi, badannya gaib tiada
berketahuan. Maka oleh orang membuat bikang itu ditutupnya dengan tutup bikang
darah tun Jana Khatib itiu, lalu menjadi batu; datang sekarang pun ada di Singapura.
Pada suatu cerita badan tun Jana Khatib itu terhantar di Langkawi, ditanamkan orang
di sana; itulah diupantukan orang:
Telur itik dari Senggora,
Pandan terletak dilangkahi,
Darahnya titik di Singapura,
Badannya terhantar di Langkawi.
Hikayat dalam Sastra Indonesia
287
d. Orang-orang dalam mabuk kemenangan. Segala-galanya di luar dugaannya dan
mimpinya. Keberanian timbulnya sekonyong-konyong seperti ular dari belukar.
Kepercayan kepada diri sendiri dan cinta tanah air meluap seperti ruap bir. Pemakaian
pikiran menjadi berkurang, orang-orang bertindak seperti binatang dan hasilnya
memuaskan. Orang tidak banyak lagi percaya kepada Tuhan. Tuhan baru datang dan
namanya macam-macam: bom, mitraliyur, mortir. (Idrus ”Surabaya” dalam H.B. Jassin,
Gema Tanah Air
)
e. “Para pemirsa, hari ini, 5 tahun lalu, sama-sama tanggal 2 Februari, sejarah berulang.
Banjir datang melanda kita dengan cara yang sama. Kita pun menghadapinya dengan
cara yang sama. Kita juga menyikapinya dengan nama yang sama. Bencana alam.
Hanya saja sekarang wilayah-wilayah kita yang dulu tidak terjamah, sudah ikut tertutup
air. Saksikan saja gambar di layar kaca Anda.”
Layar televisi terbelah dua, menampilkan banjir lima tahun berselang dan yang kini
masih menggenang. Penduduk yang tadinya segan diungsikan kini terpaksa turun
gunung. Ada yang diangkut dengan perahu karet , ada yang digendong, ada yang naik
truk, numpang pedati, dan ada juga yang memakai dokar.
Yang mengejutkan saya, aneh sekali, mereka semua para korban itu, masih bisa
tersenyum. Anak-anak tetap ceria di atap rumahnya walau air yang butek tambah
tinggi tidak ada jalan keluar, sementara dari pedalaman kiriman tak putus-putus. Tak
ada lagi yang menyalahkan pemerintah. Ternyata mereka sudah terlatih menerima
nasibnya. (Dari Putu Wijaya, “Banjir” dalam
Jawa Pos
, 11 Februari 2007).
f. Astaga
Pagi ini aku sekolah naik bis
Astaga aku kecopetan
Pagi ini aku duduk di kelas
Astaga aku ketiduran
Pagi ini aku naik tangga
Astaga aku terpeleset
Sekarang,
Aku tidak kecopetan
Aku tak ketiduran
Aku tak terpeleset
Tapi,
Astaga aku kesiangan
Dari Kusumaning Dyah, “Astaga,” dalam
Horison
, Februari 1999
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
288
Refleksi
Tanyakan kepada guru Anda masing-masing, berapa skor yang Anda peroleh dari jawaban
Anda atas soal evaluasi di atas! Cocokkan dengan tabel berikut untuk mengetahui tingkat
keberhasilan Anda dalam mempelajari materi pada pelajaran ini.
Tabel Penguasaan Materi
Skor
Tingkat Penguasaan Materi
85 – 100
Baik sekali
70 – 84
Baik
60 – 69
Cukup
< 60
Kurang
Apabila tingkat penguasaan Anda mencapai skor 70 ke atas, Anda tergolong siswa yang
berhasil. Akan tetapi, kalau skor yang Anda peroleh di bawah 70, Anda harus mengulangi
pelajaran ini, terutama bagian materi yang belum Anda kuasai.